Langsung ke konten utama

Daun yang Meluruh


Sumber: Pinterest


Daun-daun yang berjatuhan di belakang rumah bukan sekedar tanda musim gugur, tetapi juga simbol dari kehidupan yang terus berputar. 

Itulah pemandangan ketika sore menjelang maghrib, saya menemukan bagaimana angin meniup daun-daun kering itu, berterbangan dan sekaligus rintik hujan juga mulai turun. Ada yang hilang terbang menjauh dan bahkan lenyap dari pandangan. Saya tidak bisa mengungkapkan perasaan saat itu, ada yang lepas dan seolah takkan bisa kembali. 

Saat tiba-tiba saya membaca sebuah postingan seorang teman, melepas kepergian orang yang paling dicintai dalam hidupnya. Seorang ayah, yang telah sekian lama hidup bersama, memberikan kasih sayang, cinta yang tak berbatas untuk anak-anaknya. Namun kini sosok itu telah pergi untuk selamanya. 

Saya bisa merasakan bagaimana kehilangan sosok ayah, karena duka itu sudah pernah saya rasakan juga sekitar tujuh belas tahun yang lalu, tapi air mata ini belum mengering rasanya. Karena setiap mengenangnya, setiap menyebut namanya gemuruh hati saya selalu bergema, sesak dada ini bagai masih lekat seakan baru saja terjadi kemaren. 

Padahal waktu telah sekian lama berlalu, tetapi setiap kali mengingat kebersamaan dengan ayah, air mata saya sudah tidak bisa terbendung. Rasa kehilangan itu masih saja membuat saya tak sanggup berkata-kata. Hanya air mata, kadang tangan saya tak mampu menyeka tetes-tetes yang menderas. 

Kehilangan ayah adalah kehilangan sosok hangat yang selalu ada setiap kali ujian hidup memenuhi langkah saya. Selalu ada ketegaran bila lisan ayah menasehati. “Biarkan semua datang karena juga akan lekas pergi” beban itu bagai melayang dan lenyap tak berbekas. 

Namun kehilangan takkan pernah bisa kita sangkal, ia akan pergi kapan saja. Kehilangannya bukan berarti ia menjauh dan takkan bisa dirasakan kehadirannya. Ia akan selalu ada di hati karena setiap nasehatnya akan selalu hidup dan mengawal perjalanan hidup anak-anaknya. 

Ia tetap hangat dalam ingatan, begitulah ayah dengan kepergiannya sekian waktu. Namun semangatnya tetap tak terganti. 

Doa terbaik tak pernah luput untuk selalu dilantunkan agar Allah ampunkan segala dosa-dosanya, agar kuburnya Allah luaskan dan terang benderang tempat keabadiannya, serta Allah bukakan pintu Surga untuknya yang maha indah. Amiin.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keteladanan dari Seorang Ibu

Sebuah buku bersampul abu-abu tak ingin saya lepaskan dari genggaman, lembar demi lembar saya bacakan, hingga tersisa beberapa bab lagi. Belum sampai di bab akhir, hati saya berkata bahwa buku ini harus saya antarkan ke rumah ibu. Buku yang sangat menarik untuk dibaca. Saya yakin, ibu pasti senang bila buku ini saya bawakan untuknya. Namun pikiran saya berkecamuk antara mengantarkan ke rumah ibu atau saya selesaikan hingga halaman akhir. Akhirnya saya berinisiatif untuk langsung membawa buku itu ke rumah ibu. Tidak butuh waktu lama untuk tiba ke sana. Saya pun menyerahkan buku tersebut, terlihat ibu antusias sekali menerimanya dan langsung membuka untuk melihat daftar isinya. Ada kilatan bahagia di wajah paruh baya itu, ini menandakan bahwa buku itu begitu menggugah jiwanya. Buku yang berkisah tentang perempuan yang bergelar para wali Allah. buku yang sangat apik untuk diteladani segenap kaum wanita. Berbagai karakter untuk menjadi hamba Allah yang memiliki sikap dan karakter mul

Rumi, Syair Cinta untuk Semesta

      Judul buku: Ngaji Rumi: Kitab Cinta dan Ayat-Ayat Sufistik Penulis: Afifah Ahmad Penerbit: Afkaruna, April 2021 Tebal: 228 Hal.   Saat menerima kiriman buku ini, tak perlu menunggu lama untuk menyantap isi bukunya. Mulai dari covernya hingga halaman pertama terus menyeret saya untuk menelusuri isinya, dan mencari ulasan (pengantar) penulisnya tentang buku ini. Tulisan Afifah Ahmad dalam beberapa waktu ini telah mempengaruhi pikiran saya, bagaimana ia membawa pembacanya untuk menikmati makna dari setiap kalimat yang diungkapkannya. Dan buku ini salah satunya yang menjadi target saya untuk bisa membaca secepatnya. Afifah Ahmad yang saat ini bermukim di negeri para Mullah, telah mengantarnya bersinggungan langsung dengan teks-teks asli syair-syair Rumi dalam Bahasa Persia. Sehingga, semakin membuat buku ini demikian menarik, kajian yang bersumber dari mata air langsung kemudian diulas dengan bahasa yang lebih segar. Perjumpaan saya dengan pikiran Afifah Ahmad t

Pustaka Rumah: Awal Literasi bagi Keluarga

    Dokumen Pribadi Buku hijau dengan cover seorang laki-laki muda, telah menyedot perhatian saya untuk membacanya. Sebuah buku biografi intelektual revolusioner Ali Syari'ati. Sang sosiolog Islam. Salah satu sisi kehidupannya mencuri perhatian saya. Ia adalah seorang pecinta buku dan ilmu pengetahuan sejati. Sedari kecil Ali dibiasakan berteman dengan beragam buku bacaan oleh ayahnya. Membaca biografinya, menginspirasi saya untuk memberikan pengalaman mencintai buku-buku untuk keluarga saya. Ali kecil, hari-harinya larut dan tenggelam di antara ribuan koleksi perpustakaan pribadi ayahnya. Saat anak-anak lain seusianya asyik bermain, ia memilih membaca buku-buku sastra, seperti Les Misrable karya Victor Hugo. (sementara saya sendiri membaca buku ini saat sudah jadi mahasiswi he he). Saat tahun pertama di sekolah menengah atas, ia begitu menggandrungi membaca buku-buku filsafat, sastra, syair, ilmu sosial, dan keagamaan. Apa yang terjadi saat ia berada di sekolah? Ia justru