Langsung ke konten utama

Keteladanan dari Seorang Ibu







Sebuah buku bersampul abu-abu tak ingin saya lepaskan dari genggaman, lembar demi lembar saya bacakan, hingga tersisa beberapa bab lagi. Belum sampai di bab akhir, hati saya berkata bahwa buku ini harus saya antarkan ke rumah ibu. Buku yang sangat menarik untuk dibaca. Saya yakin, ibu pasti senang bila buku ini saya bawakan untuknya.

Namun pikiran saya berkecamuk antara mengantarkan ke rumah ibu atau saya selesaikan hingga halaman akhir. Akhirnya saya berinisiatif untuk langsung membawa buku itu ke rumah ibu. Tidak butuh waktu lama untuk tiba ke sana. Saya pun menyerahkan buku tersebut, terlihat ibu antusias sekali menerimanya dan langsung membuka untuk melihat daftar isinya. Ada kilatan bahagia di wajah paruh baya itu, ini menandakan bahwa buku itu begitu menggugah jiwanya.

Buku yang berkisah tentang perempuan yang bergelar para wali Allah. buku yang sangat apik untuk diteladani segenap kaum wanita. Berbagai karakter untuk menjadi hamba Allah yang memiliki sikap dan karakter mulia, sehingga mereka mendapatkan kemuliaan di sisi Allah hingga wafatnya.

Dengan segenap hati saya yakin bahwa buku ini akan dicintai oleh ibu, dan ternyata dugaan saya benar. Kala ibu membuka satu halaman yang mengulas karakter seorang perempuan yang tidak pernah lepas dari berwudhu. Sehingga hidupnya selalu terjaga dengan kesucian diri. Ibu begitu terharu dengan kisah ini, hingga berulang kali ia menyebutkan setiap kali saya ke rumah ibu.




Ibu memang sosok yang gemar membaca. Beliau sangat bahagia di saat saya mau berdiskusi dengannya. Satu buku yang dibacanya, beliau pasti mencari kesempatan untuk bisa berdiskusi dengan saya. Kenapa dengan saya? Karena kami punya hobbi yang sama, yaitu membaca. Maka jadilah kami seperti teman saat sedang berdiskusi.

Kami sama-sama berkecimpung di dunia pendidikan. Ibu adalah seorang pensiunan guru, saya juga bergerak di dunia pendidikan. Kami sama-sama guru tapi memang beda tingkatan. Jadi dunia buku begitu akrab dengan beliau. Kegemaran itu menurun kepada saya, anak pertamanya.

Saya teringat dulu, Ketika saya masih kecil, saat masih memakai seragam merah putih. Ibu sering sekali membawakan saya setumpuk buku dari perpustakaan sekolah tempat beliau mengajar. Ini sebuah kebahagiaan yang tidak bisa saya ungkap saat itu. Betapa berartinya buku-buku itu untuk saya, walau hanya pinjaman dari sekolah. Namun mampu menebus kehausan saya untuk bisa membaca, pada saat itu begitu antusiasnya melihat buku-buku tersebut.  

Ibaratnya makanan buat saya, Hanya dalam dua hari saja semua buku-buku yang dibawakan ibu selesai saya baca. Kadang dalam sehari saya bisa menyelesaikan semua buku-buku yang dibawakan ibu. Biasanya ibu membawa pulang tujuh hingga sepuluh buku.

Buku-buku di perpustakaan sekolah kami tidak banyak yang meminjam, ini kesempatan bagi ibu untuk memanfaatkan buku-buku tersebut, dan membawakannya untuk saya yang memang gemar membaca.

Saya membuat ibu kewalahan menyediakan buku bacaan. Sehingga, buku perpustakaan sekolah menjadi sasaran ibu untuk dipinjamkan. Tentu saja atas izin pihak sekolah, karena memang tumpukan buku-buku tersebut hanya dipenuhi debu tanpa pernah disentuh apalagi dibaca. Hanya beberapa orang anak yang senang meminjam. Selebihnya hanya menjadi pajangan di rak-rak perpustakaan.

Dari sinilah kegemaran membaca buku saya terbentuk. Dari rumah, ya dari didikan seorang ibu. Kecintaan anak terhadap sesuatu termasuk buku berawal dari orang tua kita. Tumbuh dan tertanamkan dari lingkungan keluarga. Pentingnya peran orang tua dalam pendidikan anak-anaknya menjadi hal yang sangat dominan bagi tumbuh kembangnya anak di masa depan.

Kenapa membaca selalu disarankan oleh ibu kepada kami anak-anaknya? Beliau mengatakan bahwa membaca membuka pintu-pintu ilmu yang tidak kita tahu sebelumnya. Membaca bagaikan mengulang apa yang pernah diajarkan oleh guru-guru kita, dengan membaca maka hal sudah terlupakan atau yang belum kita ketahui sama sekali akan tersimpan kembali di memori kita, begitu pesan ibu.

Beliau melanjutkan, "Dalam cerita-cerita yang dikisahkan, banyak hikmah yang bercecer yang perlu kita pungut, ada banyak kisah masa lalu yang penting kita ingat karena dari sana, pikiran kita terbuka untuk memahami nilai kehidupan." Begitu ibu selalu mengingatkan saya.

Mendidik dengan keteladan

Dalam membangun karakter, ibu selalu berbuat dan mencontohkan dengan sikap, dan ternyata metode ini sangat efektif dalam mendidik anak-anak.

Dalam keseharian anak-anak akan melihat dan meniru apa saja yang dilakukan oleh orang tua. Baik dari sikap, prilaku, dan ucapan orang tua. Bagi anak-anak, orang tua adalah panutan, sehingga orang tua penting menjaga sikap dan ucapannya karena mereka adalah peniru ulung.

Keteladanan menjadi faktor yang sangat berpengaruh pada baik buruknya akhlak anak. Jika orang tuanya baik, jujur, dan berbagai sikap luhur lainnya, maka anak-anak akan tumbuh dalam kebaikan. Begitu juga sebaliknya, mereka akan menyerap apa saja yang terlihat dan di dengar oleh mereka.

Hal ini sejalan dengan apa yang telah diajarkan oleh agama Islam. Rasulullah saw adalah contoh nyata sebagai teladan bagi ummatnya. Teladan dalam kemuliaan dan keluhuran budi pekerti.

Sayyidah Aisyah ra. Pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah saw maka ia menjawab bahwa akhlak Rasulullah adalah al-Quran. Ini adalah ungkapan yang sangat mendalam, karena al-Quran adalah prinsip yang sangat utama.

Al-Quran juga sudah menegaskan

Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah saw itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. al-Ahzab : 21

Semoga kita sebagai orang tua dimampukan oleh Allah untuk menjadi orang tua yang baik dan menjadi teladan bagi anak-anak.

 

Sumber referensi: DR. Abdullah Nashih 'Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Surabaya, Insan Kamil Solo, 2015

 







Komentar

  1. Masya Allah, salut dengan habit membaca mba Soraya, ternyata menurun dari ibunda. Memang benar ya, habit baik harus ditularkan sedari dini. Sebagaimana anak adalah peniru ulung orang tuanya, maka dia akan meniru apa-apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Thank for sharing mba 😊

    BalasHapus
  2. Makasih mbk tulisannya menginspirasi sekali

    BalasHapus
  3. Merasa tersentil. Apalagi saya termasuk orang yang malas membaca ini. Ya Allah jadi ingat nenek Rahimahullah yang apa saja dibaca.

    BalasHapus
  4. Bener banget ini mbak. Sebaik-baik ilmu pengasuhan ya teladan. Makanya kita harus sebisa mungkin menampilkan versi terbaik diri kita pada anak2 ❤️

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tentunya dengan ilmu dan terus belajar kita sebagai ibu ya mba..

      Hapus
  5. Habit orang tua memang akan selalu ditiru oleh anak-anaknya

    habit kecil seperti gemar membaca saja sebenarnya bisa mempengaruhi kehidupan anak-anak hingga dewasa ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaapp bener sekali, smoga kita bisa memberikan teladan ya Mba

      Hapus
  6. Betul mbak, contoh dan didikan yang baik itu adalah bermula dari keluarga dan ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Trims untuk sharingnya mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga kita dimampukan untuk menjadi teladan bagi anak-anak

      Hapus
  7. Mendidik anak memang mengena langsung dengan contoh ya mb. Apalagi anak zaman now.

    BalasHapus
  8. Membaca sama saja dengan mengelilingi dunia tanpa berpijak di tanahnya,
    Keren ni, mbaa 🔥🔥🔥

    BalasHapus
  9. Anak-anak tidak memerlukan banyak nasihat untuk membiasakan habit yang baik. Tapi anak-anak butuh keteladanan real yang bisa ia lihat dan dan praktekkan.

    BalasHapus
  10. Ini pengalaman perlu ditularkan. Di rumah saya banyak buku, tetapi yang baca hanya saya. Suami dan bocil kurang tertarik, tetapi kalau diceritakan mau.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga kita ga pernah lelah menjadi panutan untuk mereka ya Mba.. Insya Allah suatu saat mereka akan mengingat apa yang selalu kita lakukan..

      Hapus
  11. Bener banget, anak selalu meneladani orang tuanya

    BalasHapus
  12. Saya juga ingin jadi ibu yang memberi habit baik bagi anak. Tapi ternyata nggak mudah njg

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insya Allah dengan tekad yang kuat dimudahkan oleh Allah

      Hapus
  13. Membuat habbit membaca juga gampang2 sulit anak sya hobi Baca tapi bacaan itu2 sja
    Untuk buku lain belum mau

    BalasHapus
  14. Emang anak2 itu peniru ulung ya mba, bisa meniru apa yang diperlihatkan orang tua walaupun tanpa disuruh. Salut sekali sama hobi membaca mbak Soraya yg sehari bisa selesai 7-10 buku.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dulu buku bacaannya tidak setebal bacaan sekarang ya Mba, jadi sekali duduk bisa selesai bacanya he he

      Hapus
  15. MasyaAllahu tabarakallahu, ibunya masih semangat membaca, bisa jadi temen diskusi, ya, mba. Buku syekh Nashih ulwan memang bagus. thank you for sharing.

    BalasHapus
  16. Keren sekali ibu... Semoga sehat selalu...

    BalasHapus
  17. Salam hangat untuk ibunda Teh...saya sukabdengan nasehatnya. Membaca adalah membuka pintu ilmu pengetahuan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insya Allah, semoga selalu membuka wawasan kita ya Mba..

      Hapus
  18. Ini persis seperti orang tuaku, mesku tau aku dulu sukanya beli boneka dan baju, tapi mama selalu sempatkan beli majalah bobo dan buku dongeng berbie, krn kebetula mn aku suka barbie. Kebiasaan baca yg kaya gt pun sampe skrg masih melekat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masya Allah, pengalaman yang sama kita ya Mba..

      Hapus
  19. aamiin mba untuk doanya semoga kita menjadi orangtua yang mampu menjadi teladan untuk anak-anak kita kelak ya mba

    BalasHapus
  20. Menjadi orang tua memang sebuah tugas mulia. Semangat, Mom.

    BalasHapus
  21. Wah keren nih ibunya sudah menurunkan habbit yang jarang sekali diterapkan para ibu yang lain. Semoga nanti saya bisa mempraktikkan ke anak2 saya kelak. Hee

    BalasHapus
  22. keteladanan memang kunci mengasuh anak 🥺 barakallah buat ibunda yg sudah menurunkan kebiasaan baik

    BalasHapus
  23. Ibu memang guru pertama bagi keluarga. Apalagi mendidik dengan keteladanan. Masya Allah semoga anak cucu kelak menjadi penerus yang lebih baik lagi.

    BalasHapus
  24. Masyaallaah, jadi ingat ibuku, kak. Semoga sehat selalu ya, Kaka

    BalasHapus
  25. Ini yang dimaksud dengan ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya ya. Semoga bisa menjadi pengingat bagi kita semua.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumi, Syair Cinta untuk Semesta

      Judul buku: Ngaji Rumi: Kitab Cinta dan Ayat-Ayat Sufistik Penulis: Afifah Ahmad Penerbit: Afkaruna, April 2021 Tebal: 228 Hal.   Saat menerima kiriman buku ini, tak perlu menunggu lama untuk menyantap isi bukunya. Mulai dari covernya hingga halaman pertama terus menyeret saya untuk menelusuri isinya, dan mencari ulasan (pengantar) penulisnya tentang buku ini. Tulisan Afifah Ahmad dalam beberapa waktu ini telah mempengaruhi pikiran saya, bagaimana ia membawa pembacanya untuk menikmati makna dari setiap kalimat yang diungkapkannya. Dan buku ini salah satunya yang menjadi target saya untuk bisa membaca secepatnya. Afifah Ahmad yang saat ini bermukim di negeri para Mullah, telah mengantarnya bersinggungan langsung dengan teks-teks asli syair-syair Rumi dalam Bahasa Persia. Sehingga, semakin membuat buku ini demikian menarik, kajian yang bersumber dari mata air langsung kemudian diulas dengan bahasa yang lebih segar. Perjumpaan saya dengan pikiran Afifah Ahmad t

Pustaka Rumah: Awal Literasi bagi Keluarga

    Dokumen Pribadi Buku hijau dengan cover seorang laki-laki muda, telah menyedot perhatian saya untuk membacanya. Sebuah buku biografi intelektual revolusioner Ali Syari'ati. Sang sosiolog Islam. Salah satu sisi kehidupannya mencuri perhatian saya. Ia adalah seorang pecinta buku dan ilmu pengetahuan sejati. Sedari kecil Ali dibiasakan berteman dengan beragam buku bacaan oleh ayahnya. Membaca biografinya, menginspirasi saya untuk memberikan pengalaman mencintai buku-buku untuk keluarga saya. Ali kecil, hari-harinya larut dan tenggelam di antara ribuan koleksi perpustakaan pribadi ayahnya. Saat anak-anak lain seusianya asyik bermain, ia memilih membaca buku-buku sastra, seperti Les Misrable karya Victor Hugo. (sementara saya sendiri membaca buku ini saat sudah jadi mahasiswi he he). Saat tahun pertama di sekolah menengah atas, ia begitu menggandrungi membaca buku-buku filsafat, sastra, syair, ilmu sosial, dan keagamaan. Apa yang terjadi saat ia berada di sekolah? Ia justru