Langsung ke konten utama

Bingkisan Ngeteh Pagi dan Sahibul Kubr

 

pixabay.com


Bingkisan Ngeteh pagi dan Sahibul kubr

 

Pagi, saat ngeteh, saya membuka Youtube kajian ustazah Halimah Alydrus..

Saya mencoba mencari tema yang menarik. Saya menemukan satu kajian yang selama ini banyak diperdebatkan tentang orang meninggal yang dikirimi doa, tahlilan atau bacaan alquran oleh anak atau kerabatnya.

Dan saya pun mulai fokus untuk menyimak dengan baik apa yang hendak beliau sampaikan. Sambil kembali menyeruput teh manis, saya mendengar beliau memulainya dengan sebuah cerita untuk membuka kajiannya.

Seorang ulama bernama Abdullah Mubarak, baru saja pulang dari kajian ilmu, kemudian melewati sebuah pemakaman. Beliau berpikir bagaimanakah nasib para sahibul kubur ini, ya Allah?

Kemudian beliau bermaksud untuk membacakan alquran dan pahalanya beliau kirimkan untuk para sahibul qubur tersebut. Selesai itu beliau pulang dan malamnya Allah berikan pelajaran, Allah nampakkan dalam mimpinya bagaimana kondisi para penghuni kubur tadi. Beliau menyaksikan para sahibul kubur tersebut sedang mendapatkan kiriman bingkisan yang hampir semua mereka berebut mendapatkan bingkisan tersebut.

Namun ada satu orang perempuan yang duduk di sudut, tidak ikut berebut bingkisan itu. Sang ulama pun bertanya:

"Mengapa Ibu tidak ikut dengan rombongan itu untuk mendapatkan bingkisan tadi?" sang ulama sedikit heran dengan sikap cuek ibu tersebut.

Sang ibu pun menjawab.

"Saya tidak mau ikut rebutan yang kecil-kecil. Saya mendapatkan yang lebih besar, kiriman dari anak saya." Sang ibu menjawab dengan antusias.

"Dimanakah anak, Ibu?" Sang ulama masih penasaran.

Ibu tersebut menjawabnya dengan mata berbinar.

"Anakku, Pulan bin Pulan.. Seorang pemuda tampan dan dia penjual daging di sebuah pasar." Jawab sang ibu.

Tiba-tiba Abdullah Mubarak pun terjaga dari mimpinya dan menjadi heran dengan mimpi yang dialaminya. Esoknya dia pun langsung menuju ke sebuah pasar dan mencari seorang pemuda yang disebutkan sang ibu dalam mimpinya. Ia pun menemukan seorang pemuda yang menjual daging di sudut pasar.

Sang ulama berpura-pura membeli daging, sambil memperhatikan mulut pemuda itu komat kamit. Ia terus melayani pembelinya tapi mulutnya tidak berhenti berkomat kamit.

Sang ulama itu, mencoba mencari tahu apa yang dibacakan oleh pemuda tersebut. Tetap saja sang pemuda merahasiakan apa yang dibacanya. Sang ulama sekali lagi bertanya.

"Apakah kamu membaca Al-Quran dan khatam setiap hari, lalu mengirimkan kepada ibumu?  Sang ulama bertanya sambil memperhatikan wajah sang pemuda itu.

Pemuda pun terheran-heran dengan pertanyaan sang ulama tadi.

"Dari mana engkau tahu, wahai, Syeikh? Ia sedkit terkejut.

"Aku bertemu ibumu dalam mimpiku." Ia pun menceritakan bagaimana pertemuannya dengan ibu pemuda ini.

"Ibumu sudah menerima setiap kiriman bacaan Al-Quranmu, wahai anak muda. Allah telah menyampaikan apa yang sudah engkau kirimkan untuk orang tuamu." Jelas sang ulama kepada anak muda tersebut.

Kisah ini telah membuka mata kita bahwa setiap kiriman yang dibacakan atau kebaikan yang dilakukan oleh anak kepada orang tuanya yang sudah meninggal akan Allah sampaikan. Begitu juga orang-orang baik yang mendoakan para sahibul kubur yang mereka lewati akan Allah sampaikan. Seolah mereka mendapatkan kiriman bingkisan, dan mereka akan berbagi bersama para sahibul kubur lainnya. Besarnya bingkisan menurut porsinya masing-masing.

Saya mendengar kisah ini sambil menyeka air mata. Saya teringat akan ayah saya yang juga sudah meninggal. Semakin semangat untuk selalu membacakan al-Quran untuk ayah saya dan juga keluarga saya lainnya. Semoga Allah sampaikan apa yang kita lakukan. Baik itu pahala bacaan selawat, zikir, sedekah, dan amal kebaikan lainnya yang kita lakukan. Kemudian kita niatkan kepada mereka. Semoga Allah ringankan azab mereka, Allah ampunkan segala dosanya, Allah cahayakan kubur mereka, dan Allah bukakan pintu Surga-Nya untuk orang tua kita.

Sehari menjelang puasa saya tuliskan artikel ini untuk mengenang ayah saya dan semua keluarga saya yang sudah lebih duluan mengahadap Ilahi.

Puasa ini menjadi langkah kita untuk memperbaiki hidup, karena di bulan yang penuh berkah ini Allah limpahkan kebaikan sebanyak-banyaknya dalam hidup kita. Mari kita menjemput berkah itu. Dengan ini, pribadi kita semakin lebih berkualitas.

Kembali saya menyeruput sisa teh manis, saya berharap ini menjadi energi untuk melanjutkan artikel saya yang lainnya. Puasa ini, semoga memberi kekuatan untuk kita dalam menyelesaikan berbagai tugas yang tertunda karena kesibukan  selama ini.

Selamat menjalankan ibadah puasa, semoga Allah lancarkan dan sehatkan kita hingga akhir Ramadhan.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keteladanan dari Seorang Ibu

Sebuah buku bersampul abu-abu tak ingin saya lepaskan dari genggaman, lembar demi lembar saya bacakan, hingga tersisa beberapa bab lagi. Belum sampai di bab akhir, hati saya berkata bahwa buku ini harus saya antarkan ke rumah ibu. Buku yang sangat menarik untuk dibaca. Saya yakin, ibu pasti senang bila buku ini saya bawakan untuknya. Namun pikiran saya berkecamuk antara mengantarkan ke rumah ibu atau saya selesaikan hingga halaman akhir. Akhirnya saya berinisiatif untuk langsung membawa buku itu ke rumah ibu. Tidak butuh waktu lama untuk tiba ke sana. Saya pun menyerahkan buku tersebut, terlihat ibu antusias sekali menerimanya dan langsung membuka untuk melihat daftar isinya. Ada kilatan bahagia di wajah paruh baya itu, ini menandakan bahwa buku itu begitu menggugah jiwanya. Buku yang berkisah tentang perempuan yang bergelar para wali Allah. buku yang sangat apik untuk diteladani segenap kaum wanita. Berbagai karakter untuk menjadi hamba Allah yang memiliki sikap dan karakter mul

Rumi, Syair Cinta untuk Semesta

      Judul buku: Ngaji Rumi: Kitab Cinta dan Ayat-Ayat Sufistik Penulis: Afifah Ahmad Penerbit: Afkaruna, April 2021 Tebal: 228 Hal.   Saat menerima kiriman buku ini, tak perlu menunggu lama untuk menyantap isi bukunya. Mulai dari covernya hingga halaman pertama terus menyeret saya untuk menelusuri isinya, dan mencari ulasan (pengantar) penulisnya tentang buku ini. Tulisan Afifah Ahmad dalam beberapa waktu ini telah mempengaruhi pikiran saya, bagaimana ia membawa pembacanya untuk menikmati makna dari setiap kalimat yang diungkapkannya. Dan buku ini salah satunya yang menjadi target saya untuk bisa membaca secepatnya. Afifah Ahmad yang saat ini bermukim di negeri para Mullah, telah mengantarnya bersinggungan langsung dengan teks-teks asli syair-syair Rumi dalam Bahasa Persia. Sehingga, semakin membuat buku ini demikian menarik, kajian yang bersumber dari mata air langsung kemudian diulas dengan bahasa yang lebih segar. Perjumpaan saya dengan pikiran Afifah Ahmad t

Pustaka Rumah: Awal Literasi bagi Keluarga

    Dokumen Pribadi Buku hijau dengan cover seorang laki-laki muda, telah menyedot perhatian saya untuk membacanya. Sebuah buku biografi intelektual revolusioner Ali Syari'ati. Sang sosiolog Islam. Salah satu sisi kehidupannya mencuri perhatian saya. Ia adalah seorang pecinta buku dan ilmu pengetahuan sejati. Sedari kecil Ali dibiasakan berteman dengan beragam buku bacaan oleh ayahnya. Membaca biografinya, menginspirasi saya untuk memberikan pengalaman mencintai buku-buku untuk keluarga saya. Ali kecil, hari-harinya larut dan tenggelam di antara ribuan koleksi perpustakaan pribadi ayahnya. Saat anak-anak lain seusianya asyik bermain, ia memilih membaca buku-buku sastra, seperti Les Misrable karya Victor Hugo. (sementara saya sendiri membaca buku ini saat sudah jadi mahasiswi he he). Saat tahun pertama di sekolah menengah atas, ia begitu menggandrungi membaca buku-buku filsafat, sastra, syair, ilmu sosial, dan keagamaan. Apa yang terjadi saat ia berada di sekolah? Ia justru